Baca Juga
Lanjutan macam-macam jenis pajak di negara kita tercinta Indonesia.
;c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Setiap barang mewah akan dikenakan Barang Kena Pajak dan digolongkan ke dalam jenis pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Simak tentang kategori barang-barang yang tergolong mewah agar tahu barang yang kita miliki termasuk barang mewah atau tidak. Berikut kategori barang-barang mewah.
Barang tersebut hanya dimiliki oleh orang yang berpenghasilan tinggi. Barang tersebut hanya digunakan untuk menentukan status sosial. Barang tersebut bukan bagian dari kebutuhan pokok. Apabila digunakan bisa merusak kesehatan dan moral masyarakat serta bisa mengganggu kenyamanan dan ketertiban masyarakat.
d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Jika kita memiliki tanah atau memanfaatkan tanah dan mempunyai bangunan maka wajib dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Awal mulanya PBB termasuk ke dalam pajak pusat, tetapi pada 1 Januari 2014, PBB pedesaan dan perkotaan termasuk ke dalam pajak daerah, kecuali PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih termasuk ke dalam pajak pusat.
PBB ini sendiri merupakan sebuah pajak objektif yang dikenakan terhadpa bumi dan bangunan, dimana yang menjadi wajib pajaknya adalah orang pribadi maupun badan yang secara nyata memiliki manfaat atas bumi atau bangunan tersebut, yang dibahas lebih lanjut melalui buku Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Tataran Praktis Edisi 2.
Adapun pajak-pajak yang diperoleh Pemerintah Daerah baik Provinsi atau Kabupaten/Kota antara lain:
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak pada proses Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Rokok
Pajak Air Permukaan
Pajak Air Tanah
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Parkir
e. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan pada pembuatan dokumen, seperti akta notaris, surat perjanjian, surat berharga, dan kwitansi pembayaran. Bea materai dicetak dan dikeluarkan oleh pemerintah. Cara menghitung bea materai sendiri dapat kamu pelajari melalui materi yang ada di buku Cara Menghitung Pbb Sektor p3, Sektor Lainnya, dan Bea Materai.
Namun, terkadang ada beberapa surat atau dokumen tertentu yang pada awalnya tidak diharuskan menggunakan materai berubah menjadi harus menggunakan materai. Contoh dokumen itu adalah dokumen yang digunakan untuk alat bukti di pengadilan.
f. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau biasa disingkat menjadi BPHTB. BPHTB itu sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas penerimaan hak atas tanah atau bangunan.
Sama seperti dengan PBB bahwa BPHTB dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan dan dijalankan oleh pemerintah daerah, baik itu provinsi atau kabupaten/kota dan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Subjek pajak pada BPHTB adalah perorangan atau badan yang mendapatkan hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan Undang-Undang BPHTB maka subjek pajak tersebut wajib membayar pajak atas tanah dan bangunan tersebut.
Penerimaan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Penerimaan hak atas tanah dan bangunan mencakup beberapa hal, antara lain:
Pemindahan hak yang disebabkan oleh transaksi jual beli, tukar-menukar, waris, hibah, hibah wasiat, pemekaran usaha, peleburan usaha, penggabungan usaha, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, dan pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Pemberian hak baru karena kelanjutan hak dan di luar pelepasan hak.
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya
Jenis-jenis pajak jika dikategorikan berdasarkan sifatnya maka terbagi menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah jenis pajak dimana beban pajak yang harus ditanggung oleh seorang wajib pajak dan tidak memberikan beban pajaknya kepada orang lain seperti pajak penghasilan.
b. Pajak Tidak Langung
Pajak tidak langsung adalah jenis pajak dimana beban pajaknya bisa dialihkan atau dibebankan kepada pihak lain, contoh jenis pajak ini seperti PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Beban pajak yang ada di Pajak Tidak Langsung beban pajaknya bisa dipindahkan dari penjual ke pembeli karena perpindahannya searah dari produsen ke konsumen maka perpindahannya disebut deng dengan perpindahan ke depan (forward shifting). Namun, jika perpindahan beban pajaknya berlawanan maka disebut dengan perpindahan ke belakang (backward shifting).
3. Jenis Pajak Berdasarkan Sasaran atau Objeknya
Pengelompokkan jenis pajak berdasarkan sasaran atau objeknya dibagi menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.
a. Pajak Subjektif
Pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan dari Wajib Pajak disebut dengan Pajak Subjektif.
Saat menentukan Pajak Subjektif dibutuhkan alasan-alasan objektif yang berkorelasi dengan keadaan materialnya dan biasa disebut dengan “gaya pikul”. Gaya pikul merupakan kemampuan Wajib Pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.
Di dalam “gaya pikul” terkandung dua unsur, pertama, unsur subjektif, kedua, unsur objektif. Unsur subjektif dari “gaya pikul” meliputi semua kebutuhan khususnya kebutuhan material di samping moral dan spiritual. Sedangkan unsur objektif meliputi pendapatan atau penghasilan, kekayaan, dan belanja atau pengeluaran.
b. Pajak Objektif
Pajak Objektif ialah pajak yang cenderung untuk mencermati atau memperhatikan objek yang menimbulkan kewajiban membayar pajak terlebih dahulu, setelah itu mencari subjek pajak tersebut baik dari orang pribadi atau badan. Secara sederhana, Pajak Objektif bisa diartikan sebagai pajak yang lebih memperhatikan pada kondisi objeknya saja. Contoh dari Pajak Objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai.
Sistem Pengambilan atau Pemungutan Pajak
Pentingnya sebuah sistem dalam perpajakn supaya pemungut dan pembayar pajak mendapatkan keamanan dan kenyamanan saat melakukan pembayaran pajak. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi empat, antara lain:
1. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang di mana petugas pajak diberikan kewenangan untuk menentukan besarnya terhutang Wajib Pajak. Pada tahun 1984 dan reformasi dalam perpajakan maka sistem pemungutan pajak ini sudah tidak digunakan atau tidak berlaku lagi. Salah satu contoh pajak dari sistem pemungutan pajak ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak ini, yaitu, (1) petugas pajak menghitung pajak terhutang, (2) Wajib Pajak bersifat pasif, (3) untuk mengetahui hutang Wajib Pajak maka harus menunggu surat ketetapan pajak yang dibuat oleh petugas pajak.
2. Self Assessment System
Dalam sistem pemungutan pajak ini peserta Wajib Pajak diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak terhutang yang dibayar. Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu contoh pajak dari sistem pemungutan pajak Self Assessment System. style="font-size: medium;">
Sistem pemungutan ini memiliki ciri-ciri, yaitu, (1) Wajib Pajak dapat menghitung pajak terutangnya sendiri, (2) Dengan melaporkan dan membayar pajak yang harus dibayarkan maka Wajib Pajak bersifat aktif, (3) pemerintah atau petugas pajak tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali pada kasus-kasus tertentu, seperti Wajib Pajak terlambat untuk melaporkan atau membayarkan pajak terhutang dan ada pajak yang semestinya dibayarkan tetapi belum dibayarkan.
3. Withholding System
Pada sistem pemungutan pajak Withholding System pihak ketiga diberikan kewenangan untuk memotong dan memungut besarnya pajak terhutang yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Maksud dari pihak ketiga ini ialah pihak lain selain dari pemerintah (petugas pajak) dan Wajib Pajak.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak Withholding System, yaitu, (1) petugas pajak dan Wajib Pajak tidak bersifat aktif. Maksudnya adalah petugas pajak dan Wajib Pajak tidak perlu menghitung besaran pajak, (2) besaran pajak dihitung oleh perusahaan atau badan karena dalam sistem pajak ini perusahaan merupakan pihak ketiga.
4. Semiself Assessment System
Dalam sistem pemungutan pajak ini, besaran pajak terhutang berada di kedua belah pihak. Secara sederhana, sistem pemungutan pajak ini memberikan kewenangan kepada Wajib Pajak dan petugas pajak.
Ada beberapa ciri-ciri dalam sistem pemungutan pajak ini, yaitu, (1) Wajib Pajak dan petugas pajak diberikan kewenangan untuk menentukan besaran pajak, (2) Wajib Pajak dan petugas pajak bersifat aktif karena kedua belah pihak menghitung besaran pajak.
Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang sering digunakan adalah Self Assessment System dan Withholding System. Meskipun Wajib Pajak sudah melakukan pembayaran pajak bukan berarti Wajib Pajak tidak mendapatkan pemeriksaan kembali oleh petugas pajak. Dengan kata lain, Direktorat Jenderal Pajak atau petugas pajak akan memeriksa atau mengecek Wajib Pajak jika ditemukan kesalahan dalam membayar pajak.
Dengan begitu banyaknya istilah yang ada dalam perpajakan, buku Kamus Pajak hadir untuk membantu para pembacanya lebih memahami istilah serta artinya di bidang perpajakan, akutansi, bea dan cukai, hingga peradilan pajak.
Terimakasih min infonya
BalasHapusIya nerguna buat yg blm tau
Hapus